(Sebenarnya ini udah pernah aku posting di ruang curhat, tapi udah terlanjur ke hapus oleh moderatornya, nih repost dari postingan sebelumnya!)
Keren abis kata pertama ketika aku melihat pagelaran musik di sekolah, saat itu aku masih SMA. Terbersit keinginan untuk turut bermusik ria walaupun sebelumnya aku tidak ada minat sama sekali dengan hal-hal yang berbau musik, terlihat dari nilai-nilai kesenianku sangat buruk ketika aku duduk di bangku SMP.
Aku berusaha untuk menyukai musik dan belajar bermusik dari teman-temanku karena untuk kursus musik jelas orang tuaku tidak akan setuju. Aku belajar mengenal nada dari tetanggaku, tidak hanya pelajaran yang kudapat darinya, pinjaman gitar pun ku dapat darinya, terima kasih bro !!! Sedikit mengerti, aku nekat membuat band bareng teman-teman yang sudah lebih jago dariku. Mengapa aku tertarik dengan musik? jawabnya yah karena ingin mendapat perhatian, terutama dari para gadis di sekolah. Akhirnya aku mengerti musik tidak dapat menghadirkan seorang kekasih untukku, aku mulai frustasi. Pada saat yang sama aku bersyukur karena gadis yang kudambahkan tidak buta karena kegelamoran seorang rockstar sekolah seperti aku, perlu sesuatu yang lebih untuk membuatnya tertarik.
Setamatnya dari sekolah aku melanjutkan pendidikanku di bangku kuliah, aku mengambil Ekonomi yang sejujurnya tidak aku inginkan, karena cita-citaku adalah menjadi seorang arsitek atau paling tidak jadi selebritislah. Dari pelajaran-pelajaran ekonomi inilah orientasi musikku mulai berubah dari untuk mendapatkan seorang gadis menjadi untuk mendapatkan uang. Bermula dari situ musikku mulai aneh, berubah-ubah tidak menentu dari genre satu ke genre lainnya. Dari keanehan pola pikirku itu aku merasa risih untuk sebuah band dan sepertinya tidak ada yang mau mengikutiku, dan lagi band sekolahku yang aku anggap paling solid sudah tidak ada kabarnya lagi setelah ditinggal personilnya kuliah ke luar kota bahkan ada yang ke luar negeri. Dari keegoisanku, aku mencoba untuk bersolo ria, pikirku kalau sendirian tidak ada yang protes pada konsep yang telah kubuat. Bukannya uang yang kudapat, melainkan banyak uang melayang. Bagaimana tidak, untuk latihan saja berapa uang keluar, belum lagi aku harus menanggungnya sendiri. Mulai lagi aku frustasi dan lari dari dunia musik.
Mendalami komputer merupakan pelarianku dari musik, bukannya menjauh, dengan komputer aku lebih dekat dengan hingar bingar musik dan mulai merambah bisnis musik. Dengan sedikit kebisaanku dalam hal digital recording aku mendapat job-job kecil dari temannya temanku yang sangat ambisius dalam segala sesuatu yang menghasilkan uang. Meskipun pembagian hasilnya sangat tidak adil bagiku aku tetap berbesar hati karena ini konsekuensi logis dari kecanduanku pada dunia musik, dan sepertinya aku tidak bisa lepas dari semua ini. Seperti biasanya pendapatan yang kecil membuat orang tidak maksimal dalam segala hal, profesionalitasku semakin menurun karena tuntutan perutku yang kini telah buncit. Dengan alasan menyelesaikan kuliah yang tinggal beberapa langkah lagi aku cabut dari bisnis ini.
Aku bermusik tidak lagi untuk mendapatkan simpati gadis pujaanku, tetapi kini aku mencoba mempersembahkan karya musik terbaikku untuk seorang gadis yang mau mengerti aku. Aku bermusik tidak lagi untuk mengejar harta, karena aku sadar komersialitas akan musik membuat musik Indonesia tidak berkembang, karena musik adalah seni dan seni keluar dari hati yang tidak dapat dipaksakan karena tuntutan produser atau label. Kini aku menganggap musik sebagai hiburan dikala lelahku, aku tetap bermusik, tetap dengan seleraku yang rada aneh dan norak bagi sebagian orang, dimana orang mengidolakan artis-artis top luar negeri aku malah mengidolakan pemusik lokal di kotaku yang merangkap sebagai adik tingkatku di kampus, toh aku bermusik untuk diriku sendiri dan orang lain yang mau mendengarkan musikku.
By : Todes
to all indie musician in Indonesia